Saturday 21 December 2013

Curhat LDR

Story 6 (Curhat LDR book)

LDR oh LDR

by: Jacob Julian


Buatku, hidup itu terlalu indah dibuat jalan di tempat apalagi di tempat tidur. Tidak peduli nasib percintaan yang selalu ngenes. Abaikan pacar yang minta putus buat kembali ke mantannya. Atau, udah kebelet nembak cewek, tapi keduluan orang. Itu sih aku banget. Tapi, gue masih bisa move on bermodal hape warisan butut. Hape multifungsi, dari ganjal pintu sampai alat timpuk kucing garong yang maling ikan asin di meja. Selain multifungsi, hape ini repotnya luar biasa. Bingung mau ditaruh mana kalau lagi jalan. Pernah kutaruh di kantong celana kiri-kanan, tapi kalau bergetar enggak enak. Geli-geli gimana gitu! Ditaruh di saku belakang, sudah bikin duduk ribet jadi sering ganti chasing lagi.

Ya, aku berhasil move on berkat hape beginian tapi sebagai gantinya masuk dalam lingkaran galau lain, LDR. Enggak, aku enggak gagap trend dengan ikut-ikutan menjalin hubungan jarak jauh. Kalau LDR kemudian menjadi sebuah trend, jangan salahkan kami, salahkan penemu telepon! Akhir-akhir ini aku memang sebal dengan penemu telepon, hape, atau apa pun namanya. Memang sih teknologi ini mendekatkan yang jauh, tapi apa yakin kami merasa dekat?

Ceritanya, sejak tidak tinggal lagi bersama orangtua, mereka menyuruhku membawa hape. Sejak punya hape aku malah bingung mau buat apa. Soalnya, di hape cuma ada nomor telepon rumah dan nomor telepon kakak. Teman-teman sudah pada jauh buat dimintai nomor hape lagi. Mantan pacar? Minta nomor hape ke mantan itu berarti gagal move on. Akhirnya, itu hape cuma buat alarm ama nge-game ular-ularan. Lumayan, setidaknya si hape masih ada gunanya walau sedikit. Tapi, yang bikin nyesek, pulsanya enggak habis-habis. Muncullah ide mulia untuk coba minta nomor cewek-cewek yang belum aku kenal dari teman-teman. Hapeku tidak lagi sepi. Selalu ada SMS, setidaknya sehari sekali dari cewek-cewek gebetanku. SMS alay yang penuh dengan singkatan habis! Bayak EYD Indonesia bisa pingsan dibuatnya.

Selain (tak) berhasil dengan cewek-cewek di daratan, aku meluaskan jangkauan dengan merambah dunia maya. Akhirnya, jodoh pun tersambut. Aku mendapat kenalan dari chatting di Internet. Dulu masih zaman Friendster, belum ada Facebook. Aku lihat FS dia. Beuh! Cantik! Mirip artis luar deh! Mirip Avril Lavigne... KW 3 super!!

Setelah kenalan lebih lanjut, aku minta nomor hapenya! Dikasih! Dari sini cerita LDR itu dimulai.

Setelah basa-basi di Internet dilanjutkan lewat SMS, ternyata si Avril tinggal di Kalimantan. Jauh untuk ketemuan, karena aku bercokol di Pulau Jawa. Awalnya, aku hanya menganggapinya sebagai kakak. Tapi, lama-kelamaan dari SMS absurd dengan saling memanggil 'yang-dari singkatan sayang' dan 'honey', kita resmi jadian.

Jujur, trik sok mesra ini aku coba lagi tanpa bosan di berbagai kesempatan. Ternyata cewek sekarang lebih canggih. Ketika aku panggil 'yang', mereka malah memaki-maki. Bukan 'sayang' yang nyantol di telinga para bidadari itu, tapi 'loyang'. Ini menandakan cewek-cewek sudah semakin pintar, atau mereka lagi gampang naik darah karena sindrom PMS.

Apa pun caranya, terbukti kan kalau aku berhasil move on! Jangan berpangku tangan meminta mantan kembali, karena sejujurnya masih banyak orang yang mau menerima kasih kita secara tulus!

Dengan cewek ini aku sering SMS-an, tapi masih belum berani tukar suara. Mungkin lagi sama-sama terbentur masalah pulsa. Kami saling paham saat itu, belum punya penghasilan semua. Tapi, walau belum pernah dengar suara, apalagi ketemu, aku dan dia merasa sangat akrab. Setiap pagi selalu darang SMS darinya mengucapkan selamat pagi. Miscall-miscallnya di pagi hari sangat berguna untuk membangunkan aku yang tukang molor ini. Kala siang menjelang, SMS ditanya sudah makan apa belum? Malam, ditanya sedang apa? Kalau lagi kangen, aku minta dia meng-up load foto terbaru di FS.

Aku merasa bersyukur punya cewek baik seperti dia. Sayang, dia jauh. Rasa sayang di dada hanya bisa aku tunjukkan dengan membalas semua SMS-nya. Bagi pacarku itu balasan SMS dariku sudah seperti suntikan semangat. Ini juga membuktikan kalau aku memang cocok sebagai Mario Teguh. Kalau ada yang tertarik, ketik saja REG(spasi)SMSMOTIVASI!

Aku mempertahankan hubungan kami hingga setahun penuh. Chasing hape sampai harus di ganti dua kali dalam sebulan, karena huruf di keypad pada hilang keseringan ditekan. Maklum zaman segitu, hape touch screen selangka pager. Apalagi BB. Selangka orang yang mainan Friendster di era Twitter.

Hubungan kami adem ayem, hangat-hangat kuku saja sampai suatu malam muncul SMS darinya seperti ini.
'Apa makna hubungan ini bagimu?'
Kubalas.
'Kenapa kamu bertanya begitu?'
Tak lama dia menjawab,
'Aku terus ditanyai temanku. Apa benar pacar kamu di Jawa benar-benar sayang kepada kamu? Kalau iya... kenapa ia tidak datang menghampiri kamu?'

SMS jawaban dari dia ini sudah aku masukan badan sensor kata. SMS asli lebih panjang dan penuh singkatan. Hanya orang-orang yang paham kamus singkatan kata saja yang tahu artinya. Mungkin anak abege zaman sekarang juga tahu singkatannya.

Mendapat pertanyaan itu serasa beroleh pukulan keras. Pacaran dengan yang dekat saja aku gagal, apa jadinya punya hubungan jarak jauh seperti ini? Sesuatu yang menjadi pengalaman pertama buatku. Akhirnya, aku tanggapi 'protes'-nya itu dengan SMS kayak gini.
'Tak peduli apa kata temanmu. Yang penting apa perasaanmu kepadaku. Apa perasaanmu untukku?'
Dia tidak membalas SMS-ku segera. Beberapa hari kemudian malah muncul SMS bernada tanya lagi darinya.
'Apa status kita sekarang?'
Saat itu aku jarang melayangkan SMS kepadanya. Prinsipku, kalau SMS berakhir tanda tanya belum dijawab, tidak akan menjamah nomor yang bersangkutan. Prinsip yang berlaku untuk SMS teman-teman lain, entah cewek atau cowok. Untuk yang separuh, mending pura-pura bilang salah ambung. Apalagi kalau BBM punyaku cuma dikasih huruf 'R'.

Aku balas SMS si dia dengan pertanyaan juga.
'Apa statusmu ke aku?'
Dia menjawab,
'Kamu pacar aku.'

Penuh kelegaan, aku hembuskan nafas. Ternyata walau jarang pacaran layaknya orang umum, aku masih punya kekasih.

Inilah kekurangan pacaran jarak jauh. Ketika tidak membalas SMS, si dia akan merasa marah karena menganggap tidak perhatian. Padahal saat itu aku sedang sibuk-sibuknya. Satu masalah selesai, muncul tragedi lain.

'Maaf.'

Hanya satu kata darinya, dan hubungan kami terancam tidak bisa diselamatkan lagi. Aku berusaha menghubunginya. Aku berkali-kali SMS. Aku coba meneleponnya. Aku coba menghubunginya lewat Friendster. Tidak ada jawaban. Sampai 5 bulan komunikasi di antara kami beku. Aku pun memutuskan, SMS terakhir berupa permintaan maaf darinya adalah akhir dari hubungan jarak jauh kami.

Siapa sih yang mau seperti ini? Cinta memang tidak mengenal jarak. Cinta butuh sentuhan. Butuh kehadiran.

Kami memang pasangan muda, masih memikirkan yang enak-enak dulu. Meski pahit, kisah ini tetap menjadi pengalaman cinta berharga. Kini, jika ada teman bercerita tentang kisah kasihnya yang LDR, aku hanya berpesan.

"Pupuklah rasa sayang kalian dengan
kepercayaan dan komitmen. Karena, LDR
tanpa komitmen bagai api di depan kipas
angin. Gampang mati."

Dalam era teknologi yang makin canggih seperti sekarang, berkenalan dengan cewek tidak perlu parfum dan mandi. Cukup nyalakan koneksi Internet, tersambunglah kalian di dunia dengan seribu warna. Dunia yang penuh intrik.

Tahukah, hampir saja aku terjebak dalam situasi seperti dahulu? Mengenal sosok perempuan yang tubuhnya jauh dari tempatku berada. Sebelum melangkah lebih jauh, aku sudah berpesan kepada diri sendiri.

"Bongkar kebiasaan lama! Jacob Julian
harus pintar memilih pasangan LDR! Maka,
dari itu saya pilih Klinik Tong Kang.
Makasih Klinik Tong Kang, berkat Anda
cerita saya jadi kacau."
( Madiun, 03 Agustus 2012 )


~The END~

No comments:

Post a Comment